Text
Komparasi nilai gizi sayuran organik dan non organik pada budidaya pertanian perkotaan di Surabaya
Pertanian perkotaan dikembangkan agar dapat memiliki kontribusi panting dalam memasok bahan pangan penduduk kota. Salah satu komoditi pertanian perkotaan yang cukup marketable adalah sayuran daun. Sayuran daun adalah sumber protein, vitamin, mineral, dan asam amino esensial paling murah dan tersedia setiap saat Meskipun komoditi pertanian perkotaan dikembangkan di lahan yang marjinal, namun menghasilkan produk yang cukup baik. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan nilai gizi sayuran daun yang ditanam di pertanian perkotaan kota Surabaya, yaitu kangkung (Ipomea aquatic Forsk), sawi hijau (Brassica rapa), dan bayam (Spinacea oleracea L), dengan produk serupa yang dihasilkan secara organik. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Kndungan klorofil total dan karotenoid diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 480 nm, 645 nm, dan 663 nm. Kandungan vitamin C diukur dengan metode titrasi larutan Dichlorophenol Indophenol (DCPIP). Hasil penelitian menunjukkan sayuran yang ditanam pada pertanian non organik, maupun organik, memiliki kadar air yang cukup tinggi, yakni Iebih dari 80%. Kadar vitamin C tertinggi pada Sawi non organik (2,45 pg/g) dan terendah pada bayam organik (0,68 ug/g). Kadar klorofil tertinggi pada bayam non organik (23,81 mg/L) dan terendah pada kangkung non organik (3,29 mglL). Demikian juga kadar karoten teninggi pada bayam non organik (263,52 pmol/L) dan yang terendah pada sawi non organik (168,02 pmollL). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada jenis sayuran daun tertentu yang memiliki seluruh nilai gizi terbaik, baik yang organik maupun yang non organik.rnrn
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain